4.1.07

SIMPOSIUM MARXISME INDONESIA I

Draft Rancangan Kegiatan

”Kritik terhadap Pemikiran Karl Marx
dalam Wacana Intelektual dan Gerakan Sosial di Indonesia dan Dunia”


Bandung, 1-3 Mei 2008


A. Latar belakang

Karl Marx adalah filsuf, ahli ekonomi, ahli sejarah, sekaligus sosiolog. Dianggap demikian karena pemikirannya banyak memberikan sumbangan terhadap disiplin-disiplin tersebut. Di samping itu, gagasan-gagasan Karl Marx tentang masyarakat banyak mengambil bukti dari temuan-temuan dalam ilmu sosial seperti sejarah, arkeologi, dan antropologi. Dengan demikian, ada hubungan timbal-balik antara pemikiran Karl Marx dan ilmu sosial.

Pemikiran Karl Marx juga banyak mengilhami gerakan perlawanan terhadap penindasan dan penjajahan yang dialami bangsa-bangsa kulit berwarna. Demikian pula di Indonesia, tidak bisa dipungkiri betapa eratnya pemikiran Karl Marx dengan gerakan kemerdekaan Indonesia. Tokoh-tokoh kemerdekaan seperti Soekarno, Tan Malaka, Sutan Sjahrir dan Mohammad Hatta banyak diilhami pemikiran Karl Marx.

Sebagian pihak memandang Marxisme sudah usang, sementara pihak lainnya masih memandang arti pentingnya analisis dan pemikiran Karl Marx dalam konteks kekinian. Selain adanya stigma di kalangan masyarakat, keragaman tafsir atas pemikirannya juga telah melahirkan aneka sistem pemikiran yang menurut sebagian pihak sering tidak selaras dengan pemikiran Karl Marx sendiri. Dengan kerumitan berbagai persoalan yang melingkupi pemikiran Marx, bagaimana kritik bisa diajukan terhadap pemikirannya? Apa saja pelajaran yang bisa tetap diperoleh dari pemikirannya? Bagaimana sikap ilmuwan sosial terhadap warisan Karl Marx dalam bidang ilmu mereka? Bagaimana menjelaskan secara kritis pemikiran Marx dan arti pentingnya di masa kini?

”SIMPOSIUM MARXISME INDONESIA I akan menyediakan ruang untuk berdiskusi, menganalisis, dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam kaitannya dengan landasan empiris kekinian serta keragaman persoalan masyarakat di Indonesia.”

B. Topik Simposium

Topik I
Marxisme dan Ilmu Sosial

Sub-Topik:

* Pemikiran Marx dalam Pengajaran Ilmu Sosial dan Sumbangan Ilmu Sosial terhadap Perkembangan Marxisme
* Mengkaji ulang sumbangan Marx dalam Penelitian Ilmu Sosial
* Kritik terhadap Filsafat Sosial Marx
* Teori Ekonomi dan Kritik Pembangunan
* Marxisme dalam Khasanah Ilmu Sosial Indonesia


Topik II
Marxisme dan Gerakan Sosial

Sub-Topik:

* Marxisme dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
* Paradigma Gerakan Sosial dari Marxis Ortodoks hingga Pasca-Marxis
* Gerakan Sosial Kontemporer: Anti-Neoliberal, Anti-Globalisasi
* Kritik Gerakan Keagamaan terhadap Marxisme
* Gerakan Marxis di Negara-negara Maju dan Dunia Ketiga


Informasi, Saran dan Masukan Kirim ke Alamat Email:

simposium-marxisme@rumahkiri.net
Alamat email ini telah dilindungi dari spam bots, Javascript harus aktif untuk melihatnya
marxisme_indonesia@yahoo.com

4 comments:

Anonymous said...

Selamat malam, upaya yang bagus yang sudah lama saya nantikan. Daftar jadi pemakalah atau peserta aktif. alamat saya: ykolibau@yahoo.com

Anonymous said...

marxisme tidak dapat dipungkiri telah mengilhami banyak pemikiran dalam disiplin ilmu sosial. indonesia merupakan salah satu bangsa yang sedikit banyaknya telah mengadopsi pemikiran karl marx. pada hakikatnya hampir seluruh gerak perjuangan kelas bawah terinspirasi oleh pemikiran marxis, dan jangan salah jika pemikiran marx dekat dengan ajaran islam, hanya saja marx tidak mengakui eksistensi ketuhanan dan menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan, dan jika konsep gerakan dan pemikiran diadopsi oleh pemimpin yang tidak memiliki akhlak yang baik (karena tidak mengenal agama) niscaya pemimpina tersebut akan minim toleransi sebagaimana yang dijunjung oleh ajaran islam sehingga ajaran marxis diharamkan oleh sebagian besar umat muslim.

Anonymous said...

Benarkah Marxisme masih selaras dan relevan dengan perkembangan dan situasi yang terjadi di Indonesia saat ini?

Pertanyaan ini, sengaja saya dahulukan di awal kata, sebagai ilustrasi bagi pelaksana simposium tersebut. Paling tidak, dengan ilustrasi itu, saya berharap bahwa para penggiat simposium itu bisa melihat lebih reflektif lagi ke dalam Indonesia.

Secara personal, saya sangat yakin bahwa para tokoh pergerakan kemerdekaan kita seperti (Tan Malaka, Syharir, Hatta, dan Soekarno)banyak mendapat inspirasi dari gagasan Karl Marx. Dengan inspirasi itu pula, empat serangkai itu punya lebih banyak bahan argumentasi politik dalam melawan kolonialisme dan ketertindasan (tanpa penyebutan kulit berwarna).

Tapi, beberapa orang membelokkan alur sejarah kegemilangan pemikiran itu. Menjadi lebih politis dan elitis. Semua untuk kepentingan kekuasaan politik di tahun 1960-an. Saya mau katakan pula kalau, gerakan politik PKI dengan simbolisme "komunismenya", telah menjatuhkan level gemilang Marxisme ke titik terendah kala itu. Sekalipun saya bisa pahami, bahwa PKI waktu itu memang lahir untuk gerakan politik, dan bukan sosial seperti keinginan Marx.

"Komunisme" pun ditumpangi lebih anarkis, untuk menjatuhkan talenta sosial Marxisme di tanah air. Marxisme telah dibumi-hanguskan tidak hanya oleh kekuatan politik tentara, ormas, dan parpol nasionalis waktu itu. Tapi ia, dibumi-hanguskan oleh orang-orang yang menjadi terkenal karenanya. Seperti DN.Aidit dan koleganya.

Kita pun kemudian turut menyalahkan Aidit atas petaka tersebut. Sekalipun kita, "mungkin" yakin bahwa Aidit tak punya pilihan lain untuk berpolitik kala itu, selain simbolisme komunisme.

Kini, rentang sejarah yang pernah dibelokkan itu, terus dipertahankan dalam struktur pemikiran politik bangsa Indonesia. Saya yakin, inilah "narcisisme politik" yang sesungguhnya. "Komunisme" kemudian dianggap dijadikan anak haram jadah dalam lingkaran "Marxisme".

Tengoklah, ketika orang bicara Marxisme dan mungkin sosialisme di Indonesia, kita selalu di tikam dengan hasutan "awas laten komunisme".

Bagaimana kita bisa meyakinkan bangsa Indonesia, bahwa Marxisme tidak identik dengan komunisme? Inilah tantangan terberat yang sampai hari ini belum bisa kita temukan solusinya di Indonesia.

Pertanyaan awal tadi di atas, sebenarnya ingin mengarah ke alur itu. Bisakah kita, meluruskan kembali alur sejarah yang sempat dibelokan oleh "narcisisme politik" di tahun 1960-an itu? (meminjam istilah Hermawan Sulistio dalam "Palu Arit Di Ladang tebu").

Akhir kata, saya mau ucapkan, selamat bersimposium para penggiat Marxisme. Semoga menemukan terapi yang cocok untuk meyakinakn Indonesia, bahwa Marxisme punya andil dalam gerakan kemerdekaan Indonesia dan kemerdekaan Indonesia itu sendiri!

Palu, 21 Desember 2007

Salam takzim,

Azmi Sirajuddin AR
(aktivis muda NU di Palu)

Anonymous said...

Saya simposoum Marxisme cukup bagus, kalau itu ditujukan untuk mengkritisi ideologi itu dalam praktek ekonomi-politik suatu negara, dan praktek perjuangan para aktivis pergerakan. Sebab saya melihat ada banyak distorsi dimana ideologi ini hanya sekedar menjadi sebuah alat dan kendaraan politik untuk mencapai kekuasaan. Dalam prakteknya, ideologi ini justru bertentangan dengan semangat demokrasi dan perubahan. Kasus di China menunjukan bahwa ideologi ini, meskipun dalam bidang ekonomi sudah berubah ke arah kapitalistik, tapi secara politik terus melakukan represi terhadap gerakan demokrasi dan spiritual. Hal ini tentu bertentangan dengan semangat kebebasan dan pluralisme yang diperjuangkan kita semua. Karena itu dalam simposium nanti mesti mengkaji praktek sosialisme di dunia, khususnya di China. Apalagi saat ini ada gerakan mundur dari keanggotaan PKC yang jumlahnya sudah mencapai 31 juta orang lebih. Bahkan ada yang memprediksi komunisme di China sebentar lagi akan runtuh.